Motto

Dari seorang ibu untuk dibagi ke dan dikomentari oleh semua pemerhati anak...

Kamis, 18 Oktober 2007

Khawatir Anak Bunuh Diri? Evaluasi, Introspeksi dan Ilmu Orang tua adalah Obatnya

Masa remaja adalah masa yang paling indah dan menyenangkan. Hari-hari penuh dengan tawa, canda dan keceriaan. Perhatian, pengertian dan curahan kasih sayang dari orangtua adalah menu utama masa-masa ini. Paling tidak, kondisi inilah yang didambakan setiap anak, dan yang semestinya diwujudkan oleh orangtua.


Namun sayang, justru keadaan sebaliknya yang banyak dialami oleh sebagian anak-anak di lingkungan kita. Kekecewaan, kesedihan, ketakutan, dan kegelisahan lebih sering mendominasi kehidupan mereka. Kehidupan sehari-hari mereka tak ubahnya seperti neraka dunia.


Akhir-akhir ini, berita tentang anak bunuh diri hampir setiap hari muncul di media massa. Berbagai cara mereka lakukan untuk mengakhiri hidup, mulai dari menusukkan pisau dapur ke perut, menyirami seluruh tubuh dengan minyak tanah dan menyulutnya dengan api, sampai menggantung diri.



Faktor Penyebab

Pusat Psikiatri Universitas Texas (2007) dan sumber lain menyebutkan faktor-faktor penyebab bunuh diri pada anak usia belasan tahun, antara lain:
Masalah orangtua (broken home)
Kekerasan dalam keluarga
Dipermalukan teman di sekolah dan tempat bermain (bullying, pelecehan)
Masalah ekonomi keluarga
Diabaikan oleh keluarga dan teman
Putus hubungan dengan kekasih
Depresi


Disebutkan juga bahwa pendorong terjadinya tindakan bunuh diri itu biasanya kombinasi dari beberapa faktor penyebab di atas.


Kasus-kasus bunuh diri anak-anak di masyarakat kita mencerminkan salah satu atau kombinasi dari faktor-faktor penyebab di atas, dengan kecenderungan utama karena rasa malu oleh teman. Misalnya, kasus bunuh diri dua murid SMP akhir-akhir ini di Garut dan Sukabumi (PR, 2 dan 3 Juli 2007) diduga akibat masalah di sekolah, yaitu malu oleh teman-temannya karena nilainya buruk dan tidak naik kelas. Berita surat kabar sebelumnya, seorang murid SD kelas VI di Garut gantung diri karena tidak mampu membayar iuran kegiatan esktra kurikuler. Seorang anak SD kelas V lainnya bunuh diri karena dimarahi habis-habisan oleh ibunya. Dan sekian banyak anak lainnya telah meninggal sia-sia karena berbagai faktor penyebab di atas.


Perlu diingat, bahwa kasus-kasus bunuh diri anak-anak ini boleh jadi merupakan puncak gunung es (the tip of an iceberg). Jumlah anak-anak yang mempunyai masalah tetapi belum sampai nekat melakukan bunuh diri niscaya jauh lebih besar. Permasalahan anak-anak yang masuk kategori ini akan dibahas di tulisan lain.


Perilaku pelecehan, penindasan dan penghinaan yang diterima oleh anak dapat terjadi baik di dalam rumah maupun di lingkungan sekitarnya, seperti sekolah dan tempat bermain. Beban malu dan perasaan tertekan yang terus menerus akan mengarah pada kondisi stress dan depresi, yang akhirnya membuat sang anak merasa lebih baik mengakhiri hidupnya. Pikiran negatif yang timbul di dalam benak anak akan semakin parah bila tidak ada seseorang yang bisa dijadikan tempatnya mengadu dan berlindung.
Sifat Bijak Orangtua merupakan Obat Pencegah Bunuh Diri Anak


Dalam rangka menghindarkan terjadinya tindakan negatif (yang berakhir dengan bunuh diri) yang mungkin dilakukan oleh anak, marilah kita sebagai orangtua berusaha menjadi orangtua bijak, yaitu menjadi orang yang terdekat dengan anak, mencurahkan cinta dan kasih sayang yang adil dan tulus, dan selalu memberikan yang terbaik kepada anak.


Memang, berbagai penyebab anak berpikir dan bertindak negatif (seperti masalah perceraian orangtua, ekonomi keluarga, dan sebagainya) boleh jadi merupakan hal yang tidak dapat dielakkan. Namun demikian, menjadi orangtua bijak merupakan pilihan yang terbuka, yang pasti dapat dilakukan oleh semua orangtua, apapun kondisinya.


Ronald (2006) berpendapat bahwa orangtua harus menjadi orang yang terdekat dengan anak. Dengan kata lain, ikatan batin antara anak dan orangtua terjalin erat. Apabila hal ini terwujud, orangtua dapat mendeteksi secara dini potensi kesulitan dan masalah yang dialami anak.


Berikut ini adalah beberapa ciri tingkah laku anak yang bermasalah dan mengalami stress dan depresi (Pusat Psikiatri Universitas Texas, 2007), yang dapat dengan mudah diketahui oleh orangtua yang dekat dengan anaknya:
merasa tidak berguna, banyak mengeluh dan putus harapan
merasa terabaikan, merasa bersalah tanpa sebab
bersedih berkepanjangan
menangis tiba-tiba
mudah tersinggung
mogok beraktivitas
malas mengingat secara rinci tentang sesuatu
tiba-tiba tidak bernafsu makan, badan menjadi kurus
tidur tidak teratur
tiba-tiba berperilaku jorok (baik atas diri maupun lingkungan sekitar)
bersikap tak-acuh, sembrono, dan cenderung merusak
sesekali berkata ingin cepat meninggal atau mengakhiri hidup


Salah satu kunci kedekatan adalah terciptanya komunikasi yang baik antara anak dan orangtua. Savitri Ramadhani (2006) berpendapat bahwa melalui komunikasi manusia bisa memperoleh kepuasan psikologis seperti terpenuhinya perasaan cinta, perhatian dan kasih sayang.


Cinta dan kasih merupakan salah satu kebutuhan utama setiap manusia. Cinta dan kasih dapat memberikan rasa aman, percaya diri, hidup menjadi berarti, dan berprestasi. Dokter Untung Sentosa, M.Kes dan Aam Amirudin, M.Si. (2006) berpendapat bahwa kasih membuat prestasi seseorang menjadi lebih berarti. Jika berarti, orang tersebut mempunyai harga diri. Orang yang mempunyai harga diri akan percaya diri. Orang yang percaya diri akan berprestasi. Demikian seterusnya.


Pada umumnya, prestasi yang diperoleh anak merupakan salah satu bukti bahwa kebutuhan dasar hidup (baik material maupun spiritual) anak secara prinsip telah terpenuhi. Anak yang bahagia hati dan pikirannya akan terlepas dari pikiran dan tindakan negatif, apalagi bunuh diri.


Namun sebaliknya, bagi anak yang kurang perhatian dan curahan kasih sayang dari orangtuanya, jangankan berharap untuk mendapatkan prestasi yang membanggakan, berpikir positif saja ia akan sulit melakukannya. Kesedihan, kekecewaan, dan hilangnya kepercayaan diri yang sering ia rasakan akan cenderung lebih memicu timbulnya pikiran negatif.


Anak yang memiliki kepribadian dan emosi yang buruk biasanya terlahir dari sebuah keluarga yang memiliki pola asuh yang buruk pula. Oleh karena itu, pola asuh yang baik dalam keluarga merupakan kunci keberhasilan anak, yang otomatis merupakan kunci pencegah anak dari pikiran dan perbuatan negatif, sehingga tindakan bunuh diri menjadi sesuatu yang sangat mustahil dilakukan.


Evaluasi, Introspeksi dan Ilmu Orangtua adalah Obat Pemulih Gejala Bunuh Diri Anak


Orangtua dan keluarga adalah tempat di mana seorang anak semestinya dapat berlindung dan mendapatkan kebahagiaan. Hidup di dalam keluarga yang penuh dengan kehangatan cinta dan kasih sayang akan membuat anak selalu berpikir positif.


Perhatian, pengertian, motivasi, dan curahan kasih sayang yang diberikan orangtua kepada anak akan mampu mengobati beban hidup yang terkadang membuatnya stress dan depresi. Selain itu, juga mampu menciptakan semangat hidup pada anak untuk dapat bertahan dan berjuang mengisi hidup dengan prestasi.


Namun sebaliknya, bagi sebagian orangtua yang sering menyalahkan, memarahi, bahkan menyiksa dan mengusir anak dari rumah biasanya akan mendapatkan kesulitan dalam menangani dan memahami sang anak. Perilaku buruk orangtua tersebut, jika dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang dapat meninggalkan luka batin pada diri anak yang dapat menimbulkan pikiran negatif, bunuh diri.


Bagi sebagian orangtua, merubah atau menghilangkan kebiasaan buruk dalam memperlakukan anak tidak seperti membalikkan telapak tangan. Namun percayalah, dengan tekad dan kesungguhan orangtua tidak ada yang mustahil. Evaluasi, introspeksi, dan berusaha untuk selalu menambah ilmu adalah langkah yang baik untuk memperbaiki situasi buruk dalam keluarga.


Evaluasi diri, menghindarkan orangtua dari sikap menyalahkan sepihak (kesalahan anak) dan membantu orangtua untuk segera dapat menyadari dan memahami segala kekurangan dan kesalahan dalam memperlakukan anak sehingga segera dapat mperbaikinya.


Ilmu, pada umumnya ilmu menginformasikan dan mengajak pembaca untuk melakukan hal-hal yang terpuji dan memberikan solusi terhadap suatu masalah. Untuk itu, dalam rangka memperbaiki kepribadian seorang anak, pendekatan melalui ilmu (dunia, akhirat) juga tak kalah pentingnya.


Steve Biddulph dan Shaaron Bidulph (2006) banyak memberikan ilmu dan petunjuk kepada orangtua agar anak menjadi bahagia. Oleh karena itu yakinlah, sesulit apapun sifat dan sikap seorang anak jika ditangani dengan ilmu pada akhirnya akan berubah sesuai dengan apa yang diharapkan.



Penutup

Akhirnya, marilah kita sebagai orangtua selalu melakukan evaluasi, introspeksi dan menambah ilmu agar dapat mendidik anak-anak dengan rasa cinta dan kasih sayang secara adil dan tulus. Dengan demikian, kedekatan dan ikatan batin dalam keluarga akan terjalin dengan erat. Anak-anak akan tumbuh dengan matang, baik secara fisik maupun psikis dan merekapun akan siap mengatasi setiap kesulitan hidup. Namun demikian, manakala mereka merasa kewalahan, mereka tidak akan segan menceritakan persoalannya kepada kita, orangtuanya, secara terbuka. Jauhlah sudah pikiran negatif itu, apalagi tindakan bunuh diri.

Tidak ada komentar: